PoltamNews.com, Toboali – Proyek pengadaan wahana Bianglala dan Rainbow Slide senilai Rp8,3 miliar yang digadang-gadang menjadi ikon wisata di Kabupaten Bangka Selatan (Basel) menuai kritikan.
Hingga batas akhir kontrak pada 24 Desember 2024, pengerjaan belum rampung, memunculkan sorotan terhadap kinerja kontraktor dan pengawasan pemerintah.
Proyek ini dikerjakan oleh PT Maharani Citra Persada dengan nilai kontrak Rp8.343.870.000. Sebagai bagian dari proyek strategis daerah, kontraktor sudah menerima uang muka 30 persen atau sekitar Rp2,5 miliar. Namun, progress pengerjaan di lokasi Simpang 5, Kecamatan Toboali itu, terbilang lamban.
Menurut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Galuh dari Dinas Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga Basel, keterlambatan disebabkan oleh masalah pengiriman dari China, termasuk badai Typhoon dan antrean panjang di bea cukai. “Barang kami numpuk di bea cukai dan baru selesai pemeriksaan dua minggu kemudian,” ujar Galuh, Rabu (25/12/2024).
Namun, alasan ini memicu kritik. Sejumlah pihak mempertanyakan mengapa risiko pengiriman tidak diantisipasi lebih awal, mengingat nilai proyek yang mencapai miliaran rupiah. Proyek ini strategis, kenapa masalah logistik seperti ini tidak diprediksi? Ini menunjukkan kurangnya perencanaan yang matang.
PPK memberikan perpanjangan waktu 50 hari kepada kontraktor dengan denda keterlambatan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak atau sekitar Rp8 juta per hari. Namun, banyak yang menilai sanksi tersebut terlalu ringan dibandingkan kerugian akibat lambatnya penyelesaian proyek yang diharapkan menarik wisatawan.
Pantauan di lokasi proyek, menunjukkan baru dua tiang utama Bianglala setinggi 30 meter yang berdiri, sementara pemasangan kabin masih jauh dari selesai. Wahana Rainbow Slide yang direncanakan memiliki lintasan sepanjang 56 meter juga baru memasuki tahap awal pemasangan perosotan.
Proyek ini mendapatkan pendampingan dari Kejaksaan Negeri Basel. Meski demikian, kritik juga diarahkan pada pemerintah daerah karena dinilai kurang tegas dalam mengawal proyek strategis seperti ini.
Diharapkan ada transparansi lebih dalam proyek ini. Keterlambatan seperti ini seharusnya tidak terjadi jika semua pihak benar-benar serius.
Dengan target penyelesaian pada 31 Desember 2024, masyarakat Basel menanti apakah proyek Bianglala pertama di Bangka Belitung ini benar-benar dapat selesai tepat waktu atau akan kembali molor, meninggalkan pertanyaan tentang efektivitas pengelolaan anggaran publik.