Makanan Tradisional Lakso Habang Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya

oleh -0 Dilihat

Poltamnews.com, BANGKA SELATAN – Kembali mengukir sejarah namanya di kancah nasional, salah satu karya budayanya yaitu Lakso Habang, berhasil ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda Indonesia oleh Kemendikbud Ristek, Kamis (31/8/2023).

Sidang penetapan Warisan Budaya Tak benda yang digelar pada tanggal 28 Agustus 2023 berbuah manis.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Basel, Elfan Rulyadi mengungkapkan penetapan Lakso Habang menambah jumlah Warisan Budaya Tak benda yang ke-6 milik Kabupaten Bangka Selatan, ujarnya.

Lakso Habang merupakan salah satu makanan tradisional Kabupaten Bangka Selatan yang sudah diajukan melalui pencatatan Warisan Budaya Tak benda tahun 2021 yang lalu.

Menurutnya, Lakso Habang beberapa kali mengalami penangguhan dan perbaikan mengenai kajian terhadap narasi dan sejarah, nilai, makna serta pelestariannya.

Sehingga Lakso Habang harus menunggu waktu lama sampai ditetapkannya sebagai Warisan Budaya Tak benda di tahun 2023.

Elfan menyebutkan Kabupaten Bangka Selatan juga mengajukan beberapa karya budaya lainnya di antaranya Beraben Gasing, Gangan Kuneng, Belacan Habang, Mie Habang dan Bungkol untuk ditetapkan sebagai WBTB.

Namun karena proses yang sangat ketat dan detail terhadap informasi data dan kualitas video, jadi seluruh karya budaya tersebut ditangguhkan ke tahun 2024.

Akan tetapi, Basel patut berbangga karena Kabupaten Bangka Selatan berpotensi mewakili Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam penetapan WBTB di setiap tahunnya.

Hal ini karena beberapa karya budaya yang ditangguhkan akan dimasukan kembali ke penetapan-penetapan selanjutnya.

Ia menambahkan, saat ini Kabupaten Bangka Selatan merupakan salah satu kabupaten yang dapat berbicara dalam Euforia penetapan Warisan Budaya Tak benda Indonesia bersama Kabupaten Belitung dan Belitung Timur sebagai Perwakilan Bangka Belitung dihadapan seluruh Provinsi Se- Indonesia.

“Maka dari itu, proses pengajuan Warisan Budaya Takbenda ini akan terus dilakukan agar daerah dapat menjaga keberlanjutan budaya, serta agar tiap daerah bisa lebih mengenal dan menampilkan kebudayaannya masing-masing yang sangat kaya,” ujarnya.

Elfan juga mengungkapkan bahwa upaya melestarikannya pun harus tersistematis.

“Setelah penetapan ini, beberapa warisan budaya tak benda yang sudah ditetapkan salah satunya Lakso Habang akan dilakukan upaya pelestarian yang berkelanjutan,” ungkapnya.

Ia menyebutkan Dindikbud dengan OPD lainnya harus gencar melakukan promosi, publikasi, pedampingan/pembinaan terhadap konsistensi kualitas serta pengemasan, sekaligus penggunaan Lakso Habang di setiap event-event pemerintahan daerah.

Tujuannya adalah agar dapat membantu dan membawa branding Lakso Habang beserta warisan budaya takbenda lainnya ke tingkat nasional dan internasional.

Terpisah, Andrie Taufiqullah selaku Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan bersyukur setelah melalui proses yang lumayan lama sejak didaftarkan pada tahun 2021, dan telah melalui 2 kali tahap penilaian, Lakso Habang akhirnya sudah menjadi hak paten daerah dan sudah ditetapkan sebagai WBTB.

“Kami berharap makanan tradisional ini bisa terus dilestarikan di masyarakat agar bisa menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap daerah” katanya.

Proses penetapan ini tidak berhenti di sini saja, beberapa tahapan di dalam upaya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan hingga pembinaan juga harus tersusun dan terencana, agar pelestarian budaya dapat berjalan lancar dan tersistematis.

Dwikki Dhaswara sebagai Pamong Budaya menyampaikan proses pengajuan hingga pelestarian warisan budaya takbenda yang sudah ditetapkan memerlukan sinergi bersama pegiat budaya beserta dengan seluruh masyarakat lainnya.

Semboyan junjung besaoh merupakan pedoman untuk keberhasilan pelestarian budaya yang sebenarnya, nilai gotong royong yang dimaknai dengan kerja sama, rasa persaudaraan, dan kekeluargaan adalah cara yang mudah agar rasa semangat memiliki dan kecintaan terhadap budaya daerah menjadi semakin kuat,” ungkap pria yang biasa disapa Ogi ini.

Oleh karena itu, kata Ogi, karya budaya yang akan mengalami kepunahan dan yang sudah mulai berkurang agar dapat dilestarikan kembali, melalui proses inventarisasi, pengamanan, penyelamatan, pemeliharaan dan publikasi.

“Bidang Pembinaan Kebudayaan akan terus berusaha seoptimal mungkin, apalagi seperti makanan-makanan tradisional yang didaerah lainnya juga memiliki makanan tersebut, mudah saja lepas ke daerah lain,” sebutnya.

Untuk itu, harap Ogi, bermodal kerja sama dengan maestro-maestro yang ada di daerah, pihaknya terus bergerak cepat untuk melakukan pencatatan.

“Jangan sampai keburu diklaim oleh daerah lainnya, sedangkan kita yang ada di daerah meyakini bahwa karya budaya tersebut dapat kita pertanggungjawabkan konsistensi pelestariannya dan sejarah hingga nilai budayanya yang selama ini masih terjaga,” tutup Ogi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *