PN.COM |JAKARTA, – Perlindungan terhadap profesi wartawan dan pers berpijak dari tegaknya etika jurnalisme dan standar kompetensi wartawan. Dua hal tersebut sekaligus akan menjamin kesinambungan profesi wartawan.
Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Sasongko Tedjo mengemukakan Catatan Akhir Tahun 2023 itu seusai memimpin rapat DK PWI di HQ IDN Media, Menara Global, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023).
Rapat dihadiri Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun, Wakil Ketua DK Uni Lubis, Sekretaris DK Nurcholis Basyari, serta anggota DK Asro Kamal Rokan, Akhmad Munir, Diapari Sibatangkayu Harahap, dan Fathurrahman.
Sasongko mengemukakan hal tersebut setelah sebelumnya Dewan Pers memperingatkan masih adanya ancaman terhadap kebebasan pers dan profesi wartawan pascarevisi kedua UU No. 11/2008 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). DPR mengesahkan revisi kedua UU ITE itu dalam Rapat Paripurna ke-10, Selasa (5/12/2023).
Beberapa pasal krusial yang oleh banyak kalangan dinilai sebagai “pasal karet” UU ITE ialah Pasal 27, 27A, 27B, dan Pasal 28. Hal itu lantaran tidak adanya tolok ukur yang jelas sehingga dapat dipakai untuk menjerat wartawan dengan tuduhan, seperti pencemaran nama baik, penghinaan, serta penghasutan dan sejenisnya. Pasal-pasal karet tersebut dapat menjadi alat kriminalisasi terhasap pers, khususnya profesi wartawan.
“PWI mendukung sikap Dewan Pers yang berpandangan bahwa jika terjadi sengketa/kasus pengaduan terhadap karya jurnalistik, penanganannya harus mengacu pada UU No. 40/1999 tentang Pers. UU tersebut bersifat lex specialis. Adapun pemberlakuan UU ITE tetap mengacu pada Surat Keputusan Bersama Implementasi UU ITE yang ditandatangani Kapolri, Jaksa Agung, dan Menkominfo,” kata Sasongko.
Ancaman Lain
DK PWI juga mengingatkan tantangan lain yang lebih riil, yakni terus menjaga kepercayaan publik terhadap kualitas produk jurnalistik dan pers pada umumnya. Perubahan ekosistem media saat ini diakui atau tidak mulai menggeser posisi media pers profesional karena perhatian dan konsumsi publik lebih banyak tertuju ke media sosial.
Hal itu terlihat dari beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa masyarakat banyak mengkonsumsi informasi pilpres dan pemilu bukan dari media pers melainkan media sosial.
Guna menghadapi berbagai tantangan itulah, DK PWI berpandangan marwah profesi wartawan harus makin ditegakkan guna menghasilkan karya atau produk jurnalistik berkualitas. Selanjutnya, produk jurnalistik berkualitas itu harus dapat dijadikan bacaan referensi utama masyarakat.
Untuk itulah, kata Sasongko Tedjo, DK PWI juga mendukung penuh langkah Pengurus PWI Pusat yang menjadikan Uji Kompetensi Wartawan serta sosialisasi etika profesi dan kode perilaku wartawan sebagai program prioritas pada 2024. Kegiatan tersebut akan digelar di seluruh 38 provinsi dan Solo sebagai tempat kelahiran PWI.
Sasongko menegaskan, wartawan yang taat etika dan menghasilkan produk jurnalistik berkualitas sesungguhnya telah melindungi dirinya dari berbagai ancaman kriminalisasi hukum.
“Dan tentu saja, yang lebih penting adalah disiplin dan kepatuhan wartawan dalam menjalankan peran dan fungsinya seperti diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar Sasongko.